Tentang
Kampusku
Ini kampusku, terletak di pinggiran kota Jakarta. Walau
tak seterkenal universitas dambaan siswa-siswi sekolah menengah tingkat akhir,
tetap saja ia telah membuatku jatuh cinta. Awalnya terasa berat menempuh jarak
yang lumayan jauh dari rumahku di Condet Jakarta Timur. Kemacetan yang hampir
menghantui sepanjang perjalananku terasa amat sangat mengganggu. Tapi lama
kelamaan tak sadar aku menikmatinya sebagai penduduk Jakarta yang terbiasa
dengan kemacetan.
Meskipun kampusku ini tidak berada di hutan konservasi,
tapi ada beberapa tempat teduh untuk sekedar bercengkrama atau mencari
inspirasi. Terdapat bebagai pohon tua dan beberapa pohon yang baru ditanam ada
juga logo kebanggan kampusku terpajang di taman. Logo unik bertuliskan UIN yang
apabila dibalik 3600 tetap akan membentuk kata dan makna yang sama.
Lalu, ada juga desain gedung-gedung fakultas dan
auditorium atau aula yang mengangkat aksen timur tengah ini sangatlah indah.
Walau terkesan agak monoton dengan relief yang terus diulang-ulang tetapi
bernilai seni tinggi menurut pendapatku. Namun ada beberapa hal yang sedikit
menggangu pengelihatanku. Lahan parker disini kurang teratur sehingga banyak
kendaraan staff,dosen dan mahasiswa yang melintang kesana kemari dan hal
tersebut mengangu pejalan kaki. Mudah-mudahan proyek parkiran yang sedang
dibangun cepat selesai dan mampu meminimalisir gangguan tersebut.
Satu hal terberat yang membuat aku merasa sedikit
terganggu adalah mindset kebanyakan mahasiswa yang kurang terbuka terhadap
pemikiran-pemikiran diluar agama. Mungkin karena kampusku ini menyandang nama
agama ditengahnya, hal ini membuat kesulitan dalam bergaul dan membuka
wawasan-wawasan sesama mahasiswa jika topik yang kita angkat berbau pemikiran
para ahli seperti Marx, Auguste Comte dan banyak tokoh filsuf lainnya. Mungkin
karena dasar dari beberapa mahasiswa berasal dari lingkungan pesantren yang
sulit memisahakan agama dengan diriya kala berdiskusi. Menurut saya hal itu
membuat kita terkotak-kotak dan memberikan kesan bahwa ilmu diluar agama tak
perlu untuk kita pelajari. Namun tak apalah, aku masih tetap cinta kampusku ini
dan masih ada kawan-kawan sastra yang umumnya bersifat terbuka terhadap semua
ilmu.
Lanjut lagi ceritakan hal positif tentang kampusku, tak
jauh aku berjalan dari tempat semula aku menulis. Ada seseorang sedang
memainkan salah satu alat musik favoritku yaitu biola. Indah sekali mendengar
alunanya, memang taman tempatku menulis ini adalah tempat yang nyaman untuk
bermain musik.
Rasa-rasanya inspirasiku mulai tak terkontrol, aku takut
cerita yang singkat ini melebar ke berbagai hal. Jadi kuputuskan untuk
mengakhiri saja.
Terima kasih sudah
merelakan waktu untuk berbagi kisah denganku, See yaa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar